Dalam sebuah pelukan yang itu aku berdoa,
seperti kalimat sebelumnya bahwa apa yang didatangkan untukku tidak akan jadi milik orang lain.
Bagus kalau kita sama-sama tau ini bukan beban,
kita punya cara sendiri memaknai cerita kepada Tuhan.
Waktu adalah jawaban terakhir dalam doa-doa selanjutnya.
kita belum tentu punya waktu esok hari.
Roh kita masih melayang-layang tertidur dan belum tentu kembali.
Jaga tidurmu, aku juga jaga tidurku.
Jumat, 17 April 2015
Senin, 06 April 2015
Putri
adalah dia. putri. nama aslinya bukan putri, tapi karena
suatu hal dia dipanggil putri. muncul tiba-tiba dengan segala kejujuran yang
seenaknya. datang tiba-tiba dimanapun saya ada. seakan-akan dia orang yang
terus hidup beberapa abad kedepan.
malam itu dia menunggu beberapa jam, membantu membawa
barang, membuka pintu mobil, dan menyuguhi berbagai lelucon sepanjang
perjalanan. di matanya ada sesuatu yang dalam ingin diceritakan. tapi dibungkus
rapat-rapat oleh sesimpul senyuman selamat tinggal.
dia terlalu sempurna
dalam hal standar operasional menyenangkan hati seorang wanita.
di lain hari, dia datang lagi. bahkan di saat saya lebih
jauh dari biasanya. seperti biasa, datang tiba-tiba malam hari. lalu kita,
sepakat untuk bicara banyak hal di tepi pantai. di bawah bulan yang tiba-tiba
terang. di malam gerhana bulan total yang katanya menghampiri indonesia.
kita,seperti saudara kembar di waktu yang lain. sebetulnya
saya ingin sekali berbicara sambil menengok ke kiri melihat wajahnya. tapi, ada
banyak rasa yang tidak terlalu bagus untuk ditunjukkan. saya bicara dengan
pandangan ke laut, dan dia mendengarkan seksama melihat wajah saya. sering juga
dia tersenyum. sering juga senyum yang sedih.
dan di dalam hati yang
sama-sama rusak, kita terus tenggelam berangan-angan.
dan semalam, kita sempat bercerita tentang tembok yang terlalu
tinggi. mengikat masing-masing prinsip dalam dimensi bersebrangan. tentang
cinta. tentang betapa istimewanya kita. tentang sesuatu yang tidak ada
ujungnya. tentang Tuhan yang selalu punya alasan untuk menciptakan segalanya.
pagi ini, dimana dia bangun pagi menjemput di depan rumah.
menyetir dengan sangat pelan dan hati-hati. seolah perjalanan ini akan sangat
indah jika waktu lebih panjang. kita sama-sama tau, membicarakan hal yang sama
sangat menyakitkan. jadi lebih baik bersiul-siul, tertawa, dan tetap saja saya
lebih banyak memandang ke depan dengan senyum yang pasrah. sedangkan dia, masih
saja melihat wajahku dari samping.
pada waktu yang tepat untuk berpisah, saya sempat
memalingkan wajah ke arahnya.
"jika ini yang terakhir kalinya, tolong tetap memiliki hati
seperti itu,ya.."
Langganan:
Postingan (Atom)