Selasa, 17 Januari 2012

Jangan Membaca Secoret Imajiner (oleh : Rizaldy Yusuf & Rizka Zahra Tamira)


Bagaimana bisa gulungan kemeja panjang se-siku yg biasa menyebrang dengannya itu hilang?

Mungkin bukan dia, lebih tepatnya wanita disana. Menghela napas panjang sambil sesekali berhenti. Mencoba memahami kembali apa arti semua yang ia kenakan. Di saat kita terlalu banyak memikirkan orang lain, di situ pula kita kehilangan diri sendiri. Di saat kata aku sering melihatmu dari sini menjadi bagian paling membahagiakan hari itu.
Kira-kira, sejauh apa kita akan pergi?

Masih banyak pilihan untuk lebih jauh, kembali, atau tertinggal di tengah jalan. Tampaknya tidak lama lagi akan tiba atmosfer kebahagiaan entah dari kita atau dirimu sendiri. Sekali lagi kita tidak bisa menentukan garuda atau 500 rupiah.

Kebodohan jadikan aku menikmati situasi yang sama sekali tidak sakral ini. Lagipula siapa yang butuh itu? Toh kita menikmati setiap perkataan tidak penting yang spontan keluar begitu saja dengan disambut tawa atau satu tepukan di bah agar aku berhenti membuatmu tertawa.

Semudah itukah membuatmu bahagia? Jika iya aku sanggup melakukannya lagi meski hanya dalam rutinitas lalu lalang biasa yang harusnya tetap menjadi biasa. Tidak serumit ini menghantui pengharapan, yang mungkin di matamu ini hanya sebuah sensitivitas dari wanita yang terlanjur menikmati peranmu membunuh sepi.

"Cobalah untuk sedikit peka, apa yang kau anggap main-main mungkin melahirkan mimpi yang terlalu jauh pada orang lain," ingin rasanya menuliskan kata-kata itu pada langit-langit kamarmu, dinding ruang makanmu, atau dimanapun yang mungkin bisa selalu kau lihat. Tapi nyatanya kalimat itu hanya bisa tertulis pada pikiranku sendiri yang tak jua bisa kau baca. Atau mungkin tidak pernah ada niat untuk membacanya. Tidak pernah ada keinginan untuk beranjak lebih jauh. Dan nyatanya wanita ini memang terlalu gegabah untuk menyamakan menebak garuda atau 500 rupiah dengan memaknai tawamu. Tawa kita. Tawa kita yang terlanjur sama dengan wanita lain disana. Menceritakan kisah seru tanpa pengorbanan sedikit tentang dimana kita berada.

Jangan samakan wanita ini dengan hak lancip stilleto karena dia akan kembali lagi ke titik awal dimana ritual mimpi-kenyataan-mimpi akan terus seperti itu.

'Karena istimewa berarti satu'

Dan kau hanya menyediakan tawa untuk merespon sindiran macam itu. Seolah tawa adalah topeng selalu kau pakai. Yes, you must be a laughing mask..

Di tengah kesenjangan lontaran kata itu, kau akhirnya mengalirkan suara.

"Mungkin jika boleh sedikit terbuka, saat ini aku seperti senja yang menengahi warna langit. Dicemburui pagi saat merapat pada malam, dan dicurigai malam saat tanganku menjabat ufuk fajar pertama tiap pagi. Saat seperti itu mungkin kau akan memainkan persepsimu untuk menyudutkanku"

"Dan seterusnya menelan mentah-mentah paling buruk bahwa mungkin tidak ada aku dalam malam dan fajar pertamamu itu? begitu bukan? apa tidak ada yang lebih menyakitkan lagi ?"

Kalimat yang hanya segelintir rapat tersembunyi itu meluap secepat ini. Rasanya ingin sekali membakar dadanya yang selalu dipenuhi dengan pikiran-pikiran haru bahwa aku akan tetap tenang didalamnya. Apa susahnya menjawab?

Kali ini dia menatapku serius. Tampaknya ledakan emosi barusan berhasil membuatnya menjadi manusia yang harusnya bisa berpikir. Sudah berapa kali dia membiarkan wanita ini terjebak dalam permainan yang sama sekali tidak lucu.

Tapi jika ada yang harus dipersalahkan, mungkin hanya aku yang terlanjur nyaman dengan apa yang dia lakukan.

"Jadi? apa yang harus kita lakukan agar semua ini menemukan tempatnya? paling tidak celah untuk ke sana" Ia bertanya, entah pura-pura bodoh atau memang bodoh.

Ia diam dan terus diam.

***

"Apa kabar?"

Aku hanya membalasnya dengan senyum kemudian pergi seraya mengapit lengan laki-laki di sebelahku. Laki-laki yang kini padanya kutitipkan hidup. Laki-laki yang bukan laki-laki tiga tahun lalu itu. Yang kini memancing kembali emosi tiga tahun lalu. Menyeruak ke permukaan seperti kembali pada saat dihadapkan pada penantian. Penantian akan janjinya yang tidak pernah hadir hingga kini.

                                                               

                                                                                                               17 januari 2012

Minggu, 15 Januari 2012

aku maunya kamu.titik.

Suara anak-anak kos masih terdengar seperti biasa. Mereka makhluk malam yang antah berantah tidurnya jam berapa. dan otomatis kamar ara gelap duluan. bukan karena ia tertidur. Kepalanya dipenuhi oleh kata-kata yang banyak, sesak, saling berebut imajinasi disamping pikiran apa aja sepanjang malam tahun baru kemarin yang belom sempet ditulis.

Harmonika aditya sofyan masih berusaha menahan ara untuk tetap tenang  menulis. Hari ini tanggal 2 januari 2012. Tanggalnya bagus : 02-01-2012. Tak sadar ara tersenyum memikirkan apa yang ia inginkan terjadi pada hari ini.

Kemarin ara hampir collaps di bis dalam perjalanannya menuju rumah, migrain datang tiba-tiba, menguras titik fokus paling kuat dalam sepersekian kekuatan yang tersisa . Wajahnya pucat dan hanya bisa pasrah beberapa detik setelah ia sampai di terminal. Dan waktu sangat tidak bersahabat untuk mengatakan bis selanjutnya akan datang sebentar lagi. Dilihatnya sekeliling, ada banyak karakter pada pandangan seorang ara, dilihatnya satu-persatu orang dari tiap sudut, sebagian sibuk berjualan, sebagian yang lain berbicara, sebagian kecil lainnya berdiri menelan raut khusus bagi mereka yang sudah sangat lama menunggu bis. Selama itu pula ara berusaha menahan rasa sakit.
Sampai Beberapa dari mereka terlihat panik membopong tubuh ara. Dalam kesadaran seadanya tidak mungkin bisa menelaah apa yang dkatakan orang lain. Pikirannya morat marit ke segala arah. Bercampur dentuman dendrit-dendrit otak.

Saya sangat-sangat membenci diri saya saat tidak mampu mengucapkan selamat pagi untuk anda
Saya adalah orang bodoh yang melewatkan milyaran detik untuk tidak mendengar suara anda
Saya makhluk egois yang hanya bicara seperlunya kepada anda
Dan saya adalah orang yang paling membutuhkan anda untuk berada disamping saya disaat laki-laki lain mengecewakan saya.

Ada waktu yang sangat panjang untuk tau menau sosok itu. Ara bisa saja menyapa semua orang yang ia  kenal setiap  bertemu di jalan, tapi tidak untuk yang satu ini. Entahlah. Ara terlahir sebagai perempuan penakut.



Sekali saja, ayo kita berbincang sebentar di depan meja makan.dan pakaikan selimut setelahnya. Tak perlu berdongeng karena wajahmu adalah cerita yang tak pernah habis.tak perlu menangis, tak perlu apapun. Kadang senyum mampu mewakili apa saja yang pernah terjadi dan membuat semuanya terlihat sempurna.
Irwansyah,
Aku anak perempuan yang ingin sekali gambarnya dipajang di dompetmu.
Aku maunya kau ayah..titik.
Jangan biarkan koma berada di Kalimat terakhirku.


Seketika tulisan ara buram dan berair terkena tetesan air. Larut bersama emosi meledak-ledak sambil menaruh selembar foto pada dompet yang masih berlumuran darah itu.
Ayah……

Kamar kos, 2 januari 2012

Sabtu, 14 Januari 2012

dag dig dan dug

sayangnya, kau melewatkan cerita malam hari tentang sepiring pisang bakar dan segelas susu coklat hangat
tak mempedulikan betapa kerasnya menghidupkan suasana
atau peralihan lain dari kontrol perasaan suka yang berlebih

bagaimana dag,dig,dan dug menjadi bagian atas sesuatu sederhana saat ikatan helm yang kupakai sulit terlepas dan kita terbebas dari jarak aman

saksi hidup loncatan ketidaktenangan saat pesan kecil berbentuk amplop berkelip kesekian kali

dan,
saat detak jantung menemani sandaran paling kokoh jika aku menangis

aku ingin dag, dig, dan dug itu lagi




(posting yang telat gw mention untuk acara blogger di twitter dengan tema dag dig dug)


Kamar kos,
13 Januari 2012