Malam ini sangat sangat membahagiakan.
Laju
mobil mengejar kereta tak ingin
tertinggal. Bapak duduk di depan menyetir mobil, ibu disebelahnya memangku
bocah laki-laki anak tetangga. Di jok tengah duduk anak kandung bapak yang akan segera berangkat
ke provinsi sebrang. Sampai jok terakhir dipenuhi oleh kami, Keenam mahasiswa
yang sedang ditugaskan di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota, asap
kendaraan bermotor, dan sengatan ganas bulatan kuning di sudut-sudut lembar
buku gambar anak-anak TK.
Jalanan
sepi, mendingin, naik-turun. Bertolak belakang dengan kegirangan sebuah
keluarga kecil.
Kami tertawa sepanjang jalan. Bapak yang
biasanya pendiam sesekali tertawa. Kami yang biasanya tertawa bertambah
ribut berlomba menimpali. Dan aku
terlahir sebagai seorang anak perempuan yang paling diam dan sangat nyaman
berada di tengah alunan bunyi yang dirinduinya selama ini.
Ya, bahkan waktu telah cukup lama memperkuat
benteng dinding pertahanan hatinya. Menjadi lebih keras dan membatu.
Saat ini
kehidupan telah mengajarinya satu hal,
Terima Kasih Tuhan.
Terima kasih Tuhan, telah memisahkan kedua
orang tuaku. Sekarang aku tidak perlu lagi pura-pura tuli mendengar apa saja
yang diributkan mereka.
Terima kasih Tuhan, telah memberikan jodoh
baru bagi ayahku dan memberikannya kesempatan memiliki kehidupan yang baru.
Terima kasih Tuhan, telah memberikan seseorang
yang sangat tidak kusukai untuk membahagiakan ibuku dalam sepuluh tahun
terakhir, yang membuka kedua mataku untuk melihat perbedaan dan menghargai
lebih dalam kalimat surga ada si telapak kaki ibu.
Terima kasih Tuhan, telah memberikanku
kesempatan melihat adikku menangis iri saat lelaki separuh baya itu mengantar
anaknya ke sekolah di tengah hujan mengguyur menyedihkan, menjadikan adikku
tumbuh menjadi seorang yang tegar.
Terima kasih Tuhan, telah memanggil lebih awal
satu-satunya lelaki yang memanggilku dengan sebutan ‘cantik’.
Dan terima kasih Tuhan. Malam ini KAU
runtuhkan semua pondasi, dinding-dinding membatu yang terus menjulang tinggi
bertahun-tahun lamanya setelah semuanya datang berlomba menghancurkan pemikiran
bahwa hidup ini tidak adil.
Disinilah aku sekarang. Bahagia instan dengan
sebuah adegan paling berharga. Aku merasakannya lagi tanpa menghiraukan serbuan
kaca mobil yang pecah.
Terima Kasih Tuhan, cahaya ini sangat terang
dan indah.
Cahaya
yang bukan berasal dari mobil yang berlawanan arah saat itu..
Tuwel, 17
Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar