Minggu, 14 Juni 2015

1997-2015

aku punya seorang ibu. ibunya ibuku tapi aku memanggilnya ibu. aku menulis ini tepat disampingnya. ia sedang memakai kemeja putih lusuh dan celana panjang biru laut. entah sudah berapa ribu kali kami menyuruhnya berganti baju yang lebih bagus, tapi tetap tidak dilakukannya. bekasi terlalu panas untuk daster bunga bunga lengan panjang yang harusnya ia kenakan saat ini. tidak terlalu masalah jika tetangga tidak berpikir kami tidak memberikan uang untuk membeli daster baru.

ia seorang perempuan paruh baya. oh tidak, bahkan lebih dari paruh baya. rambutnya putih, kulitnya keriput. diantara kulitnya yang keriput ada bekas bekas cipratan minyak. bagaimanapun juga ia koki nomor satu di komplek ini. seluruh tetangga mengakuinya.

meskipun sudah sepuh setiap pagi ia mandi, memakai bedak dan menggambar alis. tidak simetris seperti 30 tahunan yang lalu saat ia masih merias pengantin, tapi cukup untuk sepasang lengkungan alis palsu sepanjang hari. itu membuatnya terlihat muda.

aku seringkali melihatnya tidur. dan berterima kasih kepada Tuhan bahwa wanita di sampingku ini adalah orang yang sama, di tempat yang sama, melakukan hal yang sama sejak tahun 1997. dulu aku selalu belajar di malam hari, di meja dan bangku yang sama dan di sebelahku ia duduk sampai tertidur. kau tau, kadang tak perlu ada kata kata untuk membuat sesuatu menjadi seindah ini belasan tahun ke depan. aku sudah tidak lagi belajar, aku pegawai swasta dan penyanyi paruh waktu. sudah lama sekali aku ingin menulis tentangnya.

melihatnya tertidur seperti ini aku bertahan sekuat tenaga untuk tidak menangis. jelas tidak mungkin. aku, terlatih untuk menangis tanpa suara, terlahir untuk bernyanyi dan menulis cerita seperti ini. seringkali kata orang memang benar, yang paling banyak tertawa diluar sana adalah yang paling lembut hatinya.

31 maret 2009 aku membaca namaku di mading. senyumku mengembang. di hari ulang tahunnya aku diterima di universitas negri. matanya berkaca kaca. selalu seperti itu di momen momen ulang tahun, saat ada kabar gembira darimana saja. ia senang, aku jauh lebih senang.

aku punya banyak piala. dan wanita terlahir sebagai ahli sejarah yang bisa mengingat semua hal manis dalam hidupnya. ia juga berkaca kaca selalu setiap aku membawa benda itu. piala. ia mungkin senang sekali sampai ingin menangis.

dulu aku pernah ingin berhenti bernyanyi. tapi ia menolaknya mentah mentah. aku menangis, dia juga.

keadaan sudah jauh berubah dari beberapa tahun ini. jauh lebih baik. jauh lebih normal. namun perubahan akan terjadi lagi, terus dan tidak selamanya menyenangkan. aku tau suka tidak suka setiap dari kita akan sendirian. menyesuaikan keadaan. orang orang datang dan pergi. ada beberapa yang bertahan lama, terlalu mustahil untuk abadi.

aku menyukai wanita yang kusebut ibuku.
aku menyukainya seperti  aku menyukai petrichor dan hujan.
aku menyukainya seperti aku menyukai lampu,layang layang,dan kotak musik.

Tuhan jaga ibuku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar